Medan, kompasindonesianews.com - Anggota DPD/MPR RI H. Muhammad Nuh mensosialisasikan empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, Bhinneka Tun...
Medan, kompasindonesianews.com - Anggota DPD/MPR RI H. Muhammad Nuh mensosialisasikan empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945.
Hal itu disampaikan Muhammad Nuh di depan mahasiswa Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Ahad (16/04/2023).
Acara Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan yang dilanjutkan buka puasa bersama mahasiswa bertempat di aula Fakultas Syariah UINSU, yang diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa fakultas syariah UINSU.
Muhammad Nuh menjelaskan, untuk dapat menopang kebesaran, keluasan, dan kemajemukan bangsa Indonesia. Para tokoh bangsa berusaha menjawab tantangan tersebut dengan melahirkan sejumlah konsepsi kebangsaan dan kenegaraan, antara lain yang berkaitan dengan dasar negara, konstitusi negara, bentuk negara, dan wawasan kebangsaan yang kemudian dirumuskan dalam Empat Pilar Kebangsaan.
Beliau juga menyampaikan bahwa bulan Ramadhan adalah momentum menumbuhkan kesadaran kolektif, Nuh mencontohkan proklamasi 17 Agustus 1945 yang bertepatan dengan bulan Ramadhan adalah salah satu contoh kesadaran kolektif yang tumbuh ketika Ramadhan.
"Ramadhan selain menjadi momentum meningkatkan kualitas dan kuantitas amal ibadah individu juga perlu disertai dengan menumbuhkan kesadaran kolektif kita," ujarnya.
Para pendiri bangsa memberikan contoh dengan proklamasi kemerdekaan yang dilaksanakan saat bulan Ramadhan.
Peserta sosialisasi empat pilar terlihat antusias menyimak dan berdialog dengan Muhammad Nuh, beberapa mahasiswa menyinggung isu terkini terkait Perppu Cipta Kerja, batalnya Piala Dunia U-20 hingga kaitan Empat Pilar dengan paham radikalisme dan komunisme.
Berkaitan dengan itu, Ia juga mengajak mahasiswa untuk ikut serta melakukan check and balance terhadap kebijakan pemerintah pusat dan daerah.
"Sebagai bentuk kesadaran kolektif, mahasiswa perlu ikut serta melakukan checks and balence pada kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, terutama yang tidak berdasarkan wisdom," paparya.
"Sebagai contoh, setelah dikeluarkannya Perppu Cipta Kerja, hubungan antar lembaga negara menjadi tidak baik, antara Presiden, DPR, dan MK. Presiden dianggap tidak menghormati putusan MK, sekaligus tidak menghormati DPR selaku lembaga pembentuk Undang-Undang Pengesahan Perppu Cipta kerja," jelas Nuh. (Syam Hadi)