Jakarta, kompasindonesianews.com - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendukung kebijakan sejumlah Dinas Pendidikan di berbagai daerah ...
Jakarta, kompasindonesianews.com - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendukung kebijakan sejumlah Dinas Pendidikan di berbagai daerah yang mengeluarkan surat edaran melarang peserta didik membawa mainan Lato Lato ke sekolah.
“FSGI menilai kebijakan sejumlah Dinas Pendidikan di berbagai daerah untuk melarang membawa dan memainkan lato-lato di lingkungan satuan Pendidikan sudah tepat dan hal ini sejalan dengan pasal 12 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan pasal 8 UU Np. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD)”, ujar Retno Listyarti, Ketua Dewan Pakar FSGI.
Retno menambahkan, Surat Edaran dari Dinas-dinas Pendidikan tersebut tidak sama sekali melarang anak bermain. Pemda memahami bahwa bermain adalah hak anak sebagaimana dijamin dalam UU Perlindungan Anak.
Namun yang dilarang adalah membawa mainan Lato lato dan memainkannya di lingkungan sekolah. Ini 2 hal yang berbeda.
"Anak boleh main Lato Lato, tapi tidak di lingkungan satuan pendidikan," tutur Retno.
Diketahui sejumlah Dinas Pendidikan di berbagai daerah mengeluarkan Surat Edaran melarang peserta didik membawa dan memainkan Lato Lato di lingkungan satuan pendidikan.
Diantaranya adalah Dinas Pendidikan pesisir Barat (Lampung), Disdik Kabupaten Bogor, Kota Bandung dan Kabupaten Bandung Barat (Jawa Barat), Disdik Kota Pekalongan (Jawa Tengah), Disdik Kota banjarmasing (Kalimantan Selatan), Kota Siantar (Sumatera Utara) dll.
“Kebijakan yang dikeluarkan sejumlah Disdik dari sejumlah daerah itu kemudian ditanggapai Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebagai keputusan yang tidak bijak dan mengabaikan hak anak untuk bermain.
"FSGI justru menilai KPAI yang memberikan pernyataan terlalu prematur dan terkesan menganjurkan tanpa mempelajari terlebih dahulu ketentuan dalam UU Sisdiknas dalam menanggapi SE larangan membawa dan memainkan Lato Lato di lingkungan satuan pendidikan," ungkap Heru Purnomo, Sekjen FSGI.
Disdik Larang Lato Lato Atas Dasar Keselamatan Peserta Didik dan Tercapainya Tujuan Pendidikan nasional
Adapun sejumlah daerah yang mengeluarkan SE untuk melarang peserta didik membawa dan memainkan Lato Lato di lingkungan satuan pendidikan adalah sebagai berikut:
Dinas Pendidikan Kabupaten Pesisir Barat, Lampung melarang siswa untuk membawa permainan lato-lato ke sekolah.
Larangan itu terekam dalam sebuah surat edaran yang viral di media sosial. Dalam surat imbauan bernomor 420/13/IV.01/2023 tertanggal 3 Januari 2023 yang ditandatangani langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pesisir Barat, disebutkan siswa dilarang membawa lato-lato ke sekolah atas dasar UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung melarang siswa membawa mainan yang tak berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar (KBM), salah satunya lato-lato.
Sekadar diketahui, KBM semester 2 tahun ajaran 2022-2023 sudah kembali digelar. Disdik Kota Bandung telah menerbitkan surat edaran mengenai permainan yang dilarang untuk dibawa ke sekolah.
Dalam surat edaran tersebut terdapat beberapa imbauan yang disampaikan Kepala Disdik Kota Bandung, tak hanya soal Lato Lato.
Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Barat (KBB) mengeluarkan larangan membawa lato lato ke sekolah dengan pertimbangan dapat menganggu aktivitas belajar mengajar dan Lato lato bukan alat pendukung proses pembelajaran di sekolah.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kabupaten Pekalongan secara resmi melarang siswanya membawa lato-lato ke sekolah.
Hal itu ditegaskan dalam sebuah surat edaran Nomor: 420.1/0117/2023. surat edaran itu salah satunya berdasarkan pada Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 BAB II Pasal 2 tentang pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.
Tujuan surat edaran itu demi terciptanya kondisi proses pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Larangan tersebut ditujukan sebagai antisipasi agar tak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan akibat permainan tersebut di lingkungan sekolah
Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel) mengeluarkan surat edaran larangan memainkan lato-lato di dalam lingkungan sekolah.
Larangan tersebut berlaku mulai dari jenjang TK, SD dan SMP di bawah kewenangan Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin.
Surat edaran ditujukan kepada Pembina pengawas sekolah dan seluruh orangtua peserta didik. Alasannya, pembelajaran harus berlangsung kondusif tanpa gangguan kebisingan dari suara lato lato ketika dimainkan.
Dinas Pendidikan Kota Siantar (Sumatera Utara) melarang permainan lato-lato di seluruh sekolah yang ada di kota Siantar dengan pertimbangan keselamatan peserta didik, hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran bernomor 400.3.6.4/482/Dikbud.PaudDikdas/I/2023 tentang Larangan membawa dan memainkan Lato Lato di lingkungan sekolah.
Alasan Dukungan FSGI Pada Dinas-Dinas Pendidikan
Pertama, Sesuai dengan Pasal 54 UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan penanggulan kekerasan di satuan Pendidikan.
“Permainan Lato lato ketika dimainkan bersama-sama tanpa pengawasan yang baik dari orang dewasa di sekitar anak bisa saja menimbulkan perselisihan dan memicu terjadinya kekerasan antar sesama anak. Selain itu, jika lato lato dimainkan terus menerus berpotensi bolanya pecah atau terlempar dan melukai pemain dan anak lain disekitarnya”, ujar Retno yang merupakan Komisioner KPAI Periode 2017/2022.
Kedua, Sesuai dengan Pasal 12 UU No. 20 Tahun 2003 tentan Sistem Pendidikan nasional, yang prinsipnya mewajibkan Satuan Pendidikan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan minat, bakat, potensi dan kemampuan peserta didik untuk tercapainya tujuan Pendidikan mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Memfasilitasi peserta didik tentunya harus nyambung dengan tujuan pembelajaran dan kurikulum yang ditetapkan pemerintah melalui kemendikbudristek. Lato lato bukanlah alat pembelajaran dalam kurikulum Pendidikan nasional”, ungkap Heru, yang juga Kepala SMPN di Jakarta.
Ketiga, Sesuai pasal 50 dalam KUHP, dimana Pemerintah Pusat maupun pemerintah Daerah wajib melaksanakan ketentuan UU, dan bagi pemerintah daerah melalui Dinas-dinas Pendidikan yang melakukan perintah UU untuk melindungi anak-anak dan mencapai tujuan pembelajaran dan kurikulum sebagaimana diatur dalam UU Sisdiknas tidak boleh dipidana.
“SE Dinas-dinas Pendidikan adalah untuk mencegah peserta didik mengalami kekerasan, luka/cedera akibat permainan Lato lato, jadi seharusnya KPAI sebagai Lembaga pengawas mendukung, bukan malah bertindak sebaliknya yang justru berpotensi mencelakakan anak dan tidak tercapainya tujuan pembelajaran dan kurikulum”, ujar Mansur, Wakil Sekjen FSGI.
Keempat, menyayangi anak bukan berarti memberikan segalanya yang mereka mau. Analoginya, banyak anak senang memainkan telepon genggam, terutama bermain game online yang banyak ragamnya, game online bahkan sudah dikategorikan sebagai cabang olahraga.
Main game online juga melatih konsentrasi dan kekompakan ketika dimainkan bersama-sama, namun menggunakan gandget apalagi bermain game online saat pembelajaran di sekolah juga dilarang,
“Hal itu karena pertimbangan dampak kecanduan serta menganggu proses pembelajaran dan tujuan pencapaian pembelajaran. Analogi ini juga cocok untuk larangan membawa dan memainkan Lato lato, meski ada dampak positif, namun dampak negatifnya lebih banyak, sehingga dilarang oleh Dinas Pendidikan dan sekolah” ujar Fahriza Marta Tanjung, Wakil Sekjen FSGI yang juga Kepala SMKN di Deli Serdang.
Kelima, permainan lato-lato, tidak ada dalam peraturan tentang kurikulum pendidikan nasional, dan permainan ini berpotensi membahayakan fisik dan menimbulkan kekerasan.
"Amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 30 Tahun 2014 pasal 1 angka 9 Tentang Diskresi Pejabat wajib mengambil tindakan atau kebijakan melindungi kepentingan umum dalam hal melindungi anak dan demi kelancaran proses pembelajaran di sekolah dengan menerbitkan surat edaran yang mengatur batasan permainan lato-lato yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh peserta saat mengikuti pembelajaran di sekolah", pungkas Guntur, Dewan Etik FSGI.
Publish: lala